Jumat, 02 Maret 2012

Budaya Jawanesia kejawen

JAWA sebagai konstruksi budaya selalu diidentikkan dengan kata adiluhung. Ia dianggap kaya filsafat luhur serta ajaran spiritual agung. Maka, orang cenderung menempatkannya di wilayah steril dan tak boleh disinggung.
Padahal, sejatinya tindakan itu justru membuat budaya Jawa menjadi mandek. Ia gagap menghadapi perubahan zaman. Agar tak terus berlanjut, Jawa perlu dikritik. Dan, untuk itu perlu keberanian.
Dalam diskusi meja bundar ''Jawa dalam Kritik'' yang diselenggarakan Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah dan Suara Merdeka di ruang sidang redaksi, Jalan Raya Kaligawe Km 5, kemarin, Jawa digugat habis. Keempat pembicara, yakni Prof Dr Abdul Munir Mulkhan, Mohamad Sobary, Sutanto Mendut, dan Drs Suwardi Endraswara MHum, secara blakblakan mengkritik Jawa yang konservatif.
Suwardi Endraswara, misalnya, dengan tegas menyebut orang Jawa itu jelek. Untuk menguatkan tesisnya, dosen FBS Universitas Negeri Yogyakarta itu memaparkan fakta. Misalnya, orang Jawa pandai berkamuflase, bodoh, pembangkang, munafik, pendengki, dan suka mendendam.
Ungkapan mikul dhuwur mendhem jero adalah contoh paling tipikal. Dia menilai kalimat yang kerap disitir Pak Harto saat berkuasa itu sebagai referensi sahih atas tindak kebohongan. ''Maksud idiom mikul dhuwur, yang baik menurut sepihak dijunjung tinggi. sedangkan mendhem jero, menutup segala yang gelap.''
Kemunafikan orang Jawa, ujar dia, dapat dilihat dari ketakselarasan kata dan perbuatan. Di luar menyuarakan ajaran-ajaran luhur, tetapi kenyataannya gemar berbuat nista, suka berselingkuh dengan menyimpan gendakan. Adapun sikap pembangkangan orang Jawa dapat dirunut dari Ken Arok, Ki Ageng Mangir, dan Sudira Waryanti.
Bagai menyambung, Mohamad Sobary menyebut borok-borok manusia Jawa. Sesuatu yang bersifat idiil bagi mereka saat ini hanya ada di angan-angan.
Sastra sebagai salah satu media yang memuat kesadaran idiil itu gagal menjalin relasi dengan kekinian. Komunitas kejawen pun sekadar menjadi alat kelangenan.
Peneliti senior LIPI itu mencontohkan, masyarakat Jawa urban yang mukim di perkotaan. Mereka babak belur dalam pertarungan hidup dan mencari obat dalam komunitas-komunitas semacam itu. Dan, mereka merasa mendapat penghiburan atas kekalahan yang dialami.
Dia juga menyangkal pernyataan yang menyebutkan pepe dan perdikan sebagai perwujudan demokrasi ala Jawa. ''Pepe itu demokrasi omong kosong. Yen rajane kober ya ditemoni. Tapi yen ora ya modara kana. Perdikan pun tak lebih sebagai upaya penyingkiran terhadap lawan raja yang dianggap membahayakan kekuasaan.''
Dalam diskusi yang dihadiri Pemimpin Redaksi Suara Merdeka Sasongko Tedjo dan Ketua DRD Jawa Tengah Prof Dr Siti Fatimah Muis MSc itu, Sobari menegaskan bahwa Jawa saat ini berada dalam krisis serius. Jawa sekadar menjadi referensi dan akan makin remuk jika tak segera diselamatkan.
Ironi
Abdul Munir Mulkhan mengungkap ironi Jawa sebagai kebudayaan. Pada saat banyak orang asing mengagungkan, di sini kian sulit menemukan orang Jawa yang mengerti kejawaan.
Guru besar Fakultas Tarbiyah Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta itu menggunakan contoh sederhana. Dia melihat orang Jawa yang mampu berbahasa dan baca-tulis huruf Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari kian sedikit.
''Pembuktian sederhana apakah sekelompok orang disebut orang Jawa atau tidak salah antara lain adalah pada penggunaan bahasa dan huruf Jawa.''
Sementara itu, Tanto Mendut menolak pengotakan Jawa sebagai sebuah wilayah teritorial. Jawa itu mahaluas dan tak berbatas. Karena itulah dia sukarela menyerahkan koleksi gamelan dan kerisnya untuk disimpan seorang profesor di Warsawa.
Sutanto juga mengkritik Jawa ortodoks sebagai tatanan yang tak egaliter. Sebagai pembanding, dia menggunakan komunitas orang gunung di wilayahnya yang hidup berdasarkan naluri.
Kritik pedas keempat pembicara terhadap realitas kekinian Jawa mendapat respons beragam dari peserta diskusi yang dipandu Darmanto Jatman itu. Ketua Yayasan Swagotra Setiadji Pantjawijaya menilai kritik mereka tak berimbang.
Selain kejelekan, kritik yang baik semestinya juga mengungkapkan sisi kebaikan. Dia menyebut beberapa keunggulan Jawa yang tak dimiliki peradaban lain, terutama pada sisi spiritual. Misalnya, ngerti sadurunge winarah.
Triyanto Triwikromo yang menjadi pembahas melihat para pembicara memandang Jawa sebagai entitas tunggal. Padahal, senyatanya plural. Jawa, ujar Triyanto, tak bisa dilepaskan dari unsur kebudayaan yang memengaruhinya.
Jadi ketika mengkritik Jawa, mereka sesungguhnya juga mengkritik Barat, Hindu, dan tentu saja mengkritik diri sendiri.

Moral Pemimpin RI gagal

Baru-baru ini kita pernah mendengar sebuah skandal besar gedung putih yang menjadi berita panas di media international dimana presiden Bush terlibat skandal sex dengan seorang bawahan perempuannya. Dengan “masalah kecil itu” Kedudukan Bush waktu itu goyah, populeritasnya menurun dan entah mengapa dia masih bisa bertahan hingga hari ini

Seorang menteri kesehatan Malaysia Doktor Chua mengundurkan diri dari jabatannya setelah dia mengaku bahwa video edegan sex yang diedarkan dikalangan masyarakat adalah dirinya dengan seorang kawan perempuannya

Samak bekas perdana menteri Thailand tersungkur dari jabatannya karena dia terlibat dalam promosi kecap (bumbu masak) dalam salah satu acara TV disaat dia menjadi perdana menteri
Seorang presiden Israel juga jatuh dari jabatan presidennya karena dia terlibat dalam skandal korupsi yang nilainya tidak begitu banyak

Para pemimpin di Korea, Jepang, China akan terjun dari tingkat atas bangunan, atau menggantung leher atau menembak diri sendiri disaat dia “menjadi tersangka” kasus korupsi dan sebagainya

Pemimpin RI
Soekarno terlibat dalam skandal pelanggaran HAM, gagal memperbaiki ekonomi, kemiskinan, pengangguran dll. memaksakan kehendak demi sebuah populeritas dan cita-cita persatuan Indonesia yang sampai sekarang “persatuan itu” tidak pernah membawa kemakmuran kepada rakyat Indonesia, dijatuhkan oleh mahasiswa (bukan atas keinginan sendiri)

Soeharto terlibat dalam skandal pelanggaran HAM, Korupsi, Kolusi dan nepotisme, pembohongananisme, kegagalan dalam bidang ekonomi, gagal menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat RI, gagal melindungi hak-hak warganegara dll dijatuhkan oleh mahasiswa (bukan atas kehendak sendiri)

Habibi cukup bermoral karena tidak maju pada capres berikutnya karena merasa dirinya gagal setelah memipin RI beberapa minggu saja

Gusdur yang terlibat dalam Bulog gate, Brunei Gate, krisis kepercayaan, kegagalan dalam bidang ekonomi, gagal menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat RI, gagal melindungi hak-hak warganegara dll. dijatuhkan oleh Gerakan mahasiswa (bukan atas kehendak sendiri)

Megawati yang terlibat dalam skandal penjualan BUMN dengan tidak transparan, pelanggaran HAM di aceh, kegagalan dalam bidang ekonomi, gagal menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat RI, gagal melindungi hak-hak warganegara dijatuhkan oleh pemilu (bukan atas kehendak sendiri)

Para jenderal yang terlibat dalam berbagai pelanggaran HAM masih saja terlepas dari hukuman karena mampu membayar mahal para pengacara

Pemimpin Negara asing yang saya sebutkan di atas tadi mengundurkan diri atau dijatuhkan karena masalah kecil… sementara pemimpin RI selalu dijatuhkan dengan masalah yang sangat besar… itupun “dijatuhkan” bukan mengundurkan diri seperti Skandal sex anggota DPR, korupsi pemimpin, Pelanggaran HAM berat dan banyak lagi…

Indonesia Negara Gagal

Pemerintah Indonesia disebut dengan negara yang gagal, karena dalam bidang ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, perumahan yang baik, lingkungan yang selamat, perlindungan HAM bagi rakyatnya dll., RI dapat dikatakan gagal. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu bangsa, antaranya disebabkan oleh pemimpin, rakyat, alam dan nasib.

Hipotesis saya masih tidak berubah sampai sekarang, bahwa akibat kegagalan RI, disebabkan Indonesia dipimpin dengan gaya kepemimpinan Jawa. Artinya siapa saja baik orang Mandailing minang dan sebagainya kalau mereka memimpin dengan gaya Jawa, maka dapat dikatakan sebagai kepemimpinan Jawa.

Banyak ciri negatif dari kepemimpinan Jawa seperti;

1. Terlalu mengagungkan pemimpin/ mentuhankan pemimpin
2. Pemimpin yang egois, merasa benar sendiri dan marah bila dikritik
3. Menganggap bawahan sebagai budak hamba
4. orang Jawa pandai berkamuflase, bodoh, pembangkang,
5. munafik, pendengki, dan suka mendendam. gemar berbuat nista, suka berselingkuhdll.

Nasionalisme Tahi Anjing!

Kawan…
Banyak yang bicara tentang nasionalisme
Banyak yang bicara “demi agama, bangsa dan Negara”
Banyak yang bicara cinta tanah air dan ibu pertiwi
Tetapi…
Para konglomerat berpesta pora membeli dolar dan menjual rupiah
Para pejabat kenduri menjarah uang rakyat setiap waktu
Mereka hanya berjuang demi agama (perut) bangsa (pangkat) dan negara (duit kantong) saja
Para mahasiswa dan WNI di luar negara mau kawin dengan orang asing
Para WNI berebut dan berjuang agar bisa ke Negara asing
Penduduk tetap berulang alik memohon menjadi warga Negara Malaysia
Para professional membangun Negara asing dan kembali setelah tidak berguna (manula). (dalam hal ini saya salahkan pemerintah yang tidak menghargai keahlian mereka dengan setimpal)
Sadarlah…
Ini bukan masanya bicara nasionalisme, cinta tanah air, dan ibu pertiwi
Karena penjajah asing tiada lagi dibumi ini
Yang ada hanya penjajah dari bangsa sendiri
Mereka membuat rakyat jadi miskin dan lapar
Mereka membuat rakyat buta hurup dengan memakan anggaran pendidikan
Mereka korupsi anggaran jalan dan infrastruktur membuat jalan seperti di jaman jepang
Pesan moral: Perjuangkan kebenaran dan hak kita (rakyat) jangan lagi mau ditipu dengan kalimat manis seperti demi nasionalisme, cinta tanah air dan ibu pertiwi yang hanya me’ ninabobo’ kan kita bersama agar para koruptor dengan mudah merampok uang rakyat. Dengan tiket NKRI Soekarno membodohi, memiskinkan, dan melanggar HAM. Dengan kalimat `persatuan` Soeharto dan kroninya menguasai kekayaan disetiap kabupaten di Indonesia. Membuat daerah selamanya menjadi miskin, bodoh dan melarat walaupun memiliki hasil alam yang melimpah…Masih ingat lagu Iwan Fals?? Jangan Bicara Tentang Nasionalisme…

Aku ANak sumatera

Di Pulau ini…
Disini aku, nenek moyang, orang tua, dan keluargaku dilahirkan
Di Pulau ini dulu aku dididik dan besarkan, bermain bersama anak-anak sebayaku
Sekarang aku sudah besar dan terpelajar melebihi orang-orang di kampungku
Saatnya aku kembali membangun dan berbakti kepadamu
Karena aku tidak tahan lagi melihatmu dilecehkan dan dihina
Aku tak tahan lagi melihatmu dipandang sebelah mata
Disini aku bermula, membangun pulau Sumatera yang aman, makmur dan sejahtera
Disini aku bermula, mencerdaskan anak negeriku yang dulu dipandang sebelah mata
Disini aku bermula, membangun sejuta cita-cita, walaupun ada curiga dan syak wasangka
Negeriku nan luas dari Aceh, Medan, Riau, Padang, Jambi, Palembang & Lampung juga
Keluasannya melebih Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai, Philipina bahkan pulau Jawa
Menyimpan kekayaan alam yang melimpah,“gas, minyak, emas, kayu” dan banyak lagi
Khazanah budaya yang tidak ternilai harganya banyak terdapat disini
Disini pernah dilahirkan manusia-manusia cerdas yang disegani dunia
Tapi mengapa…
Rakyatmu tidak bersatu untuk membangun infrastruktur yang canggih disini
Aku pun tak tahu kemana kekayaanmu dibelanjakan selama ini
Aku tidak melihat jalan tol dan bangunan pencakar langit di sini
Dunia tidak mengenalmu, seperti mereka menganal pulau-pulau tetanggamu
Ekonomi mu lemah tidak seperti pulau-pulau disekitarmu
Ketiadaan jalan yg baik & jalan tol membuat jarak yg dekat jadi jauh, yg murah jadi mahal
Ketiadaan Pengangkutan umum yang memuaskan membuat harga-harga jadi mahal
Ketiadaan jalan yang baik membuat sebahagian kami terpenjara dalam dalam tahanan lepas
Ketiadaan rumah sakit yang canggih membuat kami terpaksa berobat ke pulau lain
Ketiadaan Universitas yang berkualitas membuat kami terpaksa belajar ke pulau lain
Mengharapkan Jakarta …
Selamanya Jakarta tidak akan merestui negeri lain melebihinya
Selamanya Jakarta akan menikmati kabanyakan kekayaan alam ini
Selamanya infrastruktur hanya hak veto Jakarta
Selamanya Jakarta akan memusuhi siapa saja yang menyainginya
Mengharapkanmu kami masih seperti dulu
mengharapkanmu kami tidak akan nomor satu
mengharapkanmu kami dipandang sebelah mata
mengharapkanmu kami selalu dicuriga
mengharapkanmu kami tidak boleh berkuasa
mengharapkanmu kami tidak akan merdeka
Mengharapkan partai nasional
Partai nasional hanya akan membela kepentingan nasional
Partai nasional tidak mengerti keluhan negeri
Partai nasional tidak memahami keinginan rakyat negeri
Mencari suara dinegeri untuk berkuasa di Jakarta
Membawa kekayaan alam negeri untuk dinikmati di sana
Tak Usah Curiga…
Kami memang ingin Berjaya. Kami memang ingin berkuasa. Kami memang ingin sejahtera
Kami memang ingin aman bahagia. Kami memang ingin hidup bergaya
Kami hanya ingin membangun negeri kami. Kami hanya ingin mencerdaskan keluarga kami. Kami hanya ingin mencintai negeri kami. Karna semuanya ada pada kami
Bangunlah wahai anak negeriku
Lupakan segala sengketa lama dan perbedaan yang ada
Mari membangun Sumatera yang indah, megah dan bergaya
Demi bumi yang telah menabur jasa padamu
Demi anak cucu yang akan mewarisimu
Demi Sumatera yang mengharapkan baktimu

Hilangnya Idealisme

Reformasi 1998 masih jelas dalam ingatan
Dulu kita bersatu menjatuhkan pemerintah yang diktator dan zalim
Dulu kita bersama membenci Soeharto dan Golkarnya
Dulu kita sama bangkit membela nasib rakyat yang tertindas
Dulu kita bersatu memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan
Dulu kita meruntuhkan bangunan orde baru yang rapuh dan berbahaya
Sehingga ada diantara kita yang mati melawan kebatilan dan kezaliman
Pemilu 2009 akan segera menjelma
Mantan dan para mahasiswa mulai melakukan korupsi kolusi dan nepotisme
Memaksakan kehendak atas nama partai yang dianggotainya
Mereka berjuang atas nama rakyat, agama dan kelompok untuk kepentingan partai
Kebebasan dan kemerdekaan bersuara sudah mulai dimusuhi
Suara-suara mereka mulai sumbang disaat berhadapan dengan uang dan jabatan
Saling bercakar-cakaran sesama sendiri, demi kepentingan dan perjuangan partai
Kemana perginya idealisme
Apakah sudah ditukar dengan uang rupiah
Apakah sudah diganti dengan kepentingan yang sesaat
Apakah sudah ditanam dalam kuburan kedengkian dan kebencian
Ataukah dibuang ke tengah lautan api ketamamkan dan kerakusan
Mahasiswa adalah orang yang merdeka, Tugasmu bukan dipartai.
Partai akan membuatmu seperti buih yang mengikut arus
Atau seperti pimping dilereng yang ikut kemana angin tiupkan
Karena kebenaran dan kejahatan akan relative dalam dunia politik
Tugasmu adalah pejuang sejati yang tidak tertarik dengan harta ghanimah
Membacakan keinginan rakyat kepada wakil rakyat yang tidak merakyat
Mengkritisi pemerintah yang bodoh, malas, lembab dan manja
Memarahi abdi masyarakat yang tidak pernah mengabdi kepada rakyat

Melanggar Konstitusi

Pemilihan umum tahun 1955 yang sampai sekarang dianggap sebagai pemilihan umum yang paling berhasil, relatif jauh lebih bersih apalagi dibanding dengan pemilu pada waktu Orde Baru, dengan partisipasi rakyat yang sangat hebat. Pemilu 1955 menghasilkan konstalasi kepartaian yang canggih. Ada 15 wilayah daerah pemilihan. Masjumi tampil sebagai pemenang di dua belas daerah pemilihan dan di setiap daerah pemilihan, Masjumi mendapatkan kursi. Tetapi berdasarkan jumlah pemilih, Masjumi hanya berada di nomor dua walaupun di parlemen jumlah kursinya sama dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Nomor tiga Nandlatul Ulama (NU), nomor empat Partai Komunis Indonesia (PKI). Ternyata ini suatu kemalangan untuk nasib tiga partai utama yang lain karena pendukung utamanya adalah di pulau Jawa.

Masalah terpenting pada waktu itu adalah keresahan daerah. Satu-satunya partai yang bisa membela kepentingan daerah hanya Masjumi. Sementara itu, tentara baik di Sulawesi ataupun di Sumatera sudah gelisah. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sudah tidak sanggup lagi memimpin Kabinet. Dia menyerahkan mandat kepada Presiden Soekarno. Bung Karno lalu mengangkat seorang warga negara yang kebetulan bernama Soekarno yang pekerjaannya adalah Presiden Republik Indonesia menjadi formatur kabinet. ltu tidak sesuai menurut Undang-undang Dasar Sementara 1950. Itu dianggap sebagai pelanggaran pertama Soekarno terhadap UUD.

Bung Karno memperkenalkan konsepsinya, yaitu konsepsi Demokrasi Terpimpin. Bung Karno membentuk Dewan Nasional yang bersifat semi Parlemen. Ini dianggap melanggar lagi. Maka praktis elite politik Jakarta terbagi dua pro dan antikonsepsi Presiden. Dimulailah tragedi di dalam politik Pak Natsir yang kontitusionalis. Seperti juga Bung Hatta, Pak Natsir memprotes kebijakan dan konsepsi Presiden Soekarno yang dianggap melanggar konstitusi, tetapi kritik Natsir ditanggapi dengan teror-teror. Kita mengalami tragedi yang terberat dalam sejarah.

Tragedi kedua terjadi waktu Orde Baru. Pada tahun 1980, Presiden Soeharto dua kali berpidato. Dalam dua pidatonya itu Soeharto membayangkan seakan-akan dia adalah personifikasi dari Pancasila. Maka beberapa tokoh menyampaikan Pernyataan Keperihatinan ke DPR. Pak Natsir ditunjuk oleh para penandatangan Pernyataan Keperihatinan untuk menjadi jurubicara. Pak Harto marah. Para penandatangan Pernyataan Keperihatinan disingkirkan. Inilah tragedi untuk perjuangan kita.

Sekarang, bagaimana kita menanggapi berbagai peristiwa sejarah secara dewasa. Itulah refleksinya.

Pemerintah Malas

Kata orang Arab "kamu tidak mengetahui sesuatu itu kecuali setelah mengenal sebaliknya". Dulu saya anggap kampung saya adalah biasa saja, tetapi setelah keluar tenyata ada sesuatu yang tidak baik dikampung saya. Dulu saya menganggap nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi dan hukum dinegara saya adalah biasa2 saja. Tetapi setelah keluar negara baru saya tahu bahwa ada yang tidak betul dan ada sesuatu yang tidak baik belaku di negara ku.

Salah satu bukti nyata adalah website pemerintah kita dibandingkan dengan website pemerintah negara lain jauh bedanya. Website negara lain selalu update setiap bulan, sementara website yang dikelola oleh pemerintah RI oleh setiap departemen sangat lambat, malas dan out of date. Kebanyakan data yang kita peroleh di website pemerintah kita ada yang datanya tahun 2001 dan 2002, sementara data terkini (tahun 2009) sangat sedikit sekali. Padahal negara lain memperbaharui data-data itu setiap bulannya.

Kalau ditanya, pasti pemerintah kita ada2 saja alasannya; kekurangan dana lah... data yang belum masuklah dan berbagai alasan lainnya. Yang pasti MALAS adalah alasan utama mengapa data-data pemerintah dalam internet tidak selalu di update. Mengapa mereka tidak memperbaharui data-data itu setiap bulannya, padahal setiap bulan mereka digaji oleh pemerintah dengan uang rakyat untuk melakukan pekerjaan itu.

Reformasi Sejarah RI

Di zaman reformasi ini, agama saja di reformasi orang (pemurnian-tajdid), kenapa kita tidak memurnikan sejarah. Kenapa kita harus mempertahankan dan mendukung “ajaran sesat” sejarah yang sudah jelas kebohongan, penipuannya dan menyesatkan itu. Kenapa kita masih mau diperbodoh oleh sejarah tanpa rasa kritis sedikitpun. Kenapa kita harus mewariskan kesesatan ini kepada generasi kita yang akan datang.? Bukankah pertanyaan (kritis) itu adalah pintu ilmu (pepatah Arab). Bukankah kita di ajar dan dilatih untuk selalu bertanya what, why, when, where, how?
Pertanyaan: Benarkah Negara Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 Tahun dan oleh Jepang Selama 3,5 Tahun?
Jawaban: Indonesia tidak pernah dijajah selama 350 tahun., sebab;
1. Indonesia berdiri secara resmi dan sah sejak 17 Agustus tahun 1945.
2. Penjajahan Indonesia hanya berlaku sejak 17 Agus 1945 saja yaitu sekitar 3 tahun saja
3. Sebelum 1945 belum ada yang namanya Indonesia. Yang ada adalah Hindia Belanda, kepuluan melayu, Nusantara dan sebagainya.
4. Usia Indonesia sekarang (2009) baru 63 Tahun dan tidak mungkin dijajah selama 350 tahun.
5. Belum ada sebuah pemerintahan yang berdaulat ketika itu yang bernama Indonesia
6. Belum ada Presiden, Menteri, PNS, Polisi, tentara Indonesia ketika itu
Pertanyaan: Benarkah bangsa Indonesia dijajah selama 350 Tahun?
Jawaban: Bangsa Indonesia tidak pernah dijajah selama 350 tahun sebab;
1. Belum ada yang namanya negara Indonesia ketika itu
2. Pulau Jawa dijajah selama 350 tahun mungkin ia, tetapi pulau-pulau lainnya tidak. Semua daerah tidak sama masanya ditaklukkan oleh Belanda. Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya tidak dijajah dalam tahun yang sama. Semua wilayah itu belum tergabung dalam negara Indonesia ketika itu.
3. Tidak ada satu kesatuan ketika itu, tidak ada satu kepemimpinan di kepulauan ini selama 350 tahun itu, yang ada hanya raja-raja seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya yang masing-masingnya dibawah kepemimpinan tersendiri.
Mengapa kita harus kaku dan terkongkong disaat pemerintah selama ini gagal mensejahterakan rakyat, padahal ribuan tahun yang lalu rakyat di kepulauan ini pernah makmur dibawah kerajaan Aceh, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Sulu dan sebagainya?
Kenapa kita harus fanatik buta dengan negara kesatuan padahal konsep itu tidak pernah mengeluarkan bangsa dan negara ini dari kongkongan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan yang disebabkan oleh pemerintah yang gagal?
Kenapa kita tidak melihat solusi lain yang juga sah, legal, halal dan terbukti mensejahterakan rakyat dinegara-negara lain seperti otonomi khusus, federal, kemerdekaan daerah atau apapun namanya, tetapi masih disebut negara Indonesia seperti yang berlaku di USA yang terdiri dari 50 negara bagian, Australia 6 negara bagian, Venezuela 23 negara bagian, UAE 7 negara bagian, Malaysia 13 negara bagian dan lain-lain yang lebih 75% negara didunia menganut sitem federal (lihat: http://adi-rawi.blogspot.com/) Mereka masih tetap dengan bangganya mengatakan saya orang Amerika, Australia, dan sebagainya. Mereka tidak mengatakan saya orang Perak, saya orang Kedah dll.
Ataukah kita sepakat rela, ridho, tawakal saja untuk selamanya merasakan penderitaan, kesakitan dan penyiksaan ini. Padahal Tuhan telah menganugrahkan kita akal untuk berpikir realistis dan fleksibel mencari jalan dan cara yang lebih baik dan terbaik untuk kemakmuran bersama, untuk pembangunan bersama, untuk masa depan bersama. sehingga tidak terkesan bahwa negara ini hanya milik mereka, dibawah kuasa mereka dan kita-kita ini hanyalah menompang dan menjadi masyakarat kelas kedua di negara yang menjadi warisan nenek moyang kita ribuan tahun lamanya ini?

Golput ITU lebih Baik

Pada pemilu legislative 2009 yang lalu saya Golput karena kecewa dengan sikap dan perbuatan politikus dan partai yang ada. Sedih juga rasanya, karena kali ini saya dengan terpaksa golput lagi. Masalahnya saya tidak percaya pada semua capres dan cawapres yang ada. Dari berbagai data tentang kemiskinan, pengangguran, pembangunan dan sebagainya saya melihat SBY adalah seorang Presiden yang gagal.

Lalu saya mengharapkan seorang penganti yang berkualitas dan benar-benar berkaliber international, tetapi harapan itu hampa karena calon yang lain juga tidak kurang parahnya. Pemilihan presiden bagi saya adalah semacam bai`ah, pengakuan, perjanjian akan patuh dan taat setia kepada pemimpin (selagi tidak di jalan maksiat) dan ianya akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT. Sementara ketiganya tidak sesuai dengan criteria sebagai calon pemimpin yang baik dan ideal. Berikut adalah penilaian pribadi berdasarkan data-data yang ada selama ini;
1. JK-Wiranto

JK adalah orang Golkar, Golkar identik dengan orde baru, orde baru identik dengan; pemerintahan yang dictator, pemerintahan yang melakukan korupsi, kolusi & nepotisme dan saya adalah salah seorang diantara sekian juta rakyat Indonesia yang turun ke jalan menuntut agar orde baru dibubarkan pada tahun 1998 dulu. Dosa-dosa orde baru terhadap bangsa dan Negara ini masih begitu kuat dalam ingatanku. Dan terlalu mudah bagiku kalau menerima Golkar kembali saat ini.
Wiranto punya rekod yang tidak baik terhadap HAM. Dia adalah salah satu Jenderal yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Padahal selama 2 tahun saya telah menyiapkan tesis MA saya tentang Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia dari tahun 1945 hingga tahun 2003. Tidak mungkin saya akan menodai hati nurani, prinsip dan bidang keahlian saya selama ini.

2. Mega-Prabowo

Mega telah menjadi Presiden selama 3 tahun di RI. Selama kepemimpinanya tidak ada yang bertambah baik; kemiskinan, pengangguran, buta huruf, pembangunan dan sebagainya. Apa yang dilakukannya justru bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Menjual BUMN, dan kualitas SDM Mega sendiri yang tidak dapat dihandalkan. Mega punya rekod yang tidak baik terhadap umat Islam yang mayoritas 85% lebih di RI saat ini. Orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno, ayahnya Mega juga memiliki hubungan dengan PKI yang anti Tuhan dan dengan sendirinya adalah musuh Islam sebagai agama yang saya anuti.
Prabowo adalah keluarga besar Cendana dan seorang Jenderal yang keduanya adalah musuh besar reformasi. Dosa-dosa Cendana terhadap bangsa dan Negara ini masih tidak bisa dimaafkan. Cendana membuat Negara berhutang kepada IMF, membuat rakyat jadi menderita, miskin, buta huruf, pembangunan yang hampir tidak ada. Kalau keluarga Cendana mau bertobat, tidak harus melalui politik yang membuat mereka harus berkuasa kembali. Kalau keluarga Cendana ingin bertaubat, cukup dengan mengembalikan uang rakyat yang selama ini mereka dapatkan dengan jalan haram kepada rakyat. Seperti dengan membangun infrastruktur seperti jalan, jambatan, rumah sakit, sekolah dll., agar rakyat banyak bisa menikmati kembali kekayaan mereka yang selama ini dicuri.

3. SBY-Boediono

Dimasa kepemimpinan SBY dulu, dia gagal dalam mensejahterakan rakyat. Gagal dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang mencukupi bagi rakyat Indonesia. Gagal dalam mengurangkan jumlah kemiskinan. Gagal dalam menaikkan harga diri bangsa dan Negara, dimana RI masih dipandang sebelah mata, TKI masih saja disiksa dan terhina dll.
Boediono, walaupun dia Gubernur RI, namun dia gagal menstabilkan ekonomi negara, gagal membuat rupiah berharga dibanding Dolar. Rupiah dibandingakan dengan mata wang negara lainnya tidak berharga, hanya bagaikan kertas koran saja.
Satu hal yang paling tidak saya sukai pasangan SBY-Boediono ini adalah bahwa keduanya orang Jawa. Kalau Presiden dan Wapres keduanya orang Jawa, ini melanggar rasa keadilan, rasa kebersamaan. Anak bangsa RI yang terdiri lebih dari 200 suku bangsa dan berada di lebih 17000 pulau. Presiden & Wapres Indonesia menurut saya harus mewarnai "Indonesia" bukan mewakili suku dari pulau tertentu saja.
Beberapa alasan mengapa saya Golput dalam Pilpres kali ini adalah;

1. Semua calon yang ada tidak memenuhi kriteria sebagai Individu yang unggul, terpilih dan berkualitas sebagai putera terbaik bangsa.
2. Tidak ada harapan bahwa rakyat akan bertambah makmur, kemiskinan akan berkurang, pembangunan akan bertambah baik, pengangguran akan berkurang, pendidikan akan terbela, kalau salah satu dari ketiga Capres & Cawapres itu terpilih.
3. Semua calon tidak mewakili rasa keadilan dan rasa kebersamaan sebagai rakyat RI yang meliputi lebih 200 suku bangsa dan 17000 pulau lebih.
4. Pemimpin yang selama ini telah terbukti gagal menjalankan tugas dengan baik dan hanya dapat IPK Nasakom (nasib satu koma) jelas tidak layak dipilih kembali.
5. Daripada berdosa karena ikut bertanggung jawab atas perbuatan pemimpin jahat yang saya pilih, maka lebih baik saya tidak memilih.

POLISI KAPAN PROFESIONAL

Premanisme merajalela, Pungli dimana-mana
Di Terminal, Pelabuhan, Di Bandara, di Pasar banyak Preman
Memaksakan jasa dengan jumlah bayaran yang di paksa

Kejahatan masih dimana-mana
Narkoba, Pelacuran, copet, pencuri, perampok, penipuan, jambret, tukang peras, vcd porno dan sebagainya

Semua itu membuatku ingin bertanya, "adakah polisi di negara ini"
Ku baca berita, mereka banyak menghabiskan anggaran uang negara
Tapi dimana mereka dan apa kinerja mereka selama ini

Sekarang Polisi Ingin Mencari Nama
Cemburu Melihat KPK yang selalu di puja
karena mereka memang bekerja
dan hasilnya dapat dilihat bersama

Polisi mau memberantas korupsi
padahal tugas yang ada saja mereka gagal total
jalan-jalan masih kalang kabut dan macet
kejahatan masih mendominasi dan banyak sekali

SBY = BUAYA

Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai,danau, rawa dan lahan basahlainnya, namun ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, terkadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Buaya memangsa ikan, burung,mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang lebih kecil. Reptil ini merupakan pemangsa penyergap; ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu menerkamnya dengan tiba-tiba.
Buaya mencari makan dengan menipu mangsanya yang menyangkanya sebuah batang kayu yang hanyut di sungai. Buaya suka memakan bangkai yang hanyut dan bangkai yang membusuk.
Buaya darat dikenal pula dengan seorang lelaki mata keranjang yang tidak setia dan jahat.
Di RI seorang oknum polisi mengibaratkan bahwa polisi adalah buaya dan KPK adalah cicak. Disamping istilah itu melanggar hukum, karena asas hukum di RI mengatakan bahwa seseorang itu berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di mata hukum, pernyataan itu dinilai tidak wajar keluar dari mulut aparat Negara yang digaji dari uang rakyat. Polisi berasal dari rakyat, digaji dari uang rakyat, untuk berkhidmat dan mengabdi kepada rakyat. Bukan untuk menipu rakyat!
Sifat Arogansi istilah buaya ini karena polisi dimasa Orde Baru sangat di manjakan. Ini berbeda di negara lain, dimana polisi tidak ada harganya dan sama saja kedudukannya dengan rakyat biasa. Hanya di RI saja orang berlomba-lomba menjadi polisi, sementara di negara lain menjadi polisi adalah pilihan terakhir daripada mereka bekerja di Pabrik.
Sebagai negara hukum, Bukan istitusi atau perorangan yang tinggi di negara ini tetapi adalah hukum itu sendiri.

fakta di balik kriminalitas KPK, dan SBY


Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya, meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP, dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah supplier keuangan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari. Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong, dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK. Jalur pintas yang mereka tempuh untuk “menghabisi Antasari “ adalah lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex – wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan. Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu “hitam”, namun ada juga wartawan yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut, justeru malah menjadi-hadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank (agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono (pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY. Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan menjerat Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan, yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono. Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin, Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp 400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar. Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku, sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya hubungan dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau jujur, eksekutor Nasrudin bukanlah tiga orang yang sekarang ditahan polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah. Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra , termasuk yang rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan.
Itulah sebabnya KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus melakukan penyadapan-penyadapan. Nah saat melakukan berbagai penyadapan, nyangkutlah Susno yang lagi terima duit dari Budi Sampoerna sebesar Rp 10 miliar, saat Budi mencairkan tahap pertama sebasar US $ 18 juta atau 180 miliar dari Bank Century. Sebetulnya ini bukan berkait dengan peran Susno yang telah membuat surat ke Bank Century (itu dibuat seperti itu biar seolah–olah duit komisi), duit itu merupakan pembagian dari hasil jarahan Bank Century untuk para perwira Polri. Hal ini bisa dipahami, soalnya polisi kan tahu modus operansi pembobolan duit negara melalui Century oleh inner cycle SBY.
Bibit dan Chandra adalah dua pimpinan KPK yang intens akan membuka skandal bank Bank Century. Nah, karena dua orang ini membahayakan, Susno pun ditugasi untuk mencari-cari kesalahan Bibit dan Chandra. Melalui seorang Markus (Eddy Sumarsono) diketahui, bahwa Bibit dan Chandra mengeluarkan surat cekal untuk Anggoro. Maka dari situlah kemudian dibuat Bibit dan Chandra melakukan penyalahgunaan wewenang.
Nah, saat masih dituduh menyalahgunakan wewenang, rupanya Bibit dan Chandra bersama para pengacara terus melawan, karena alibi itu sangat lemah, maka disusunlah skenario terjadinya pemerasan. Di sinilah Antasari dibujuk dengan iming-iming, ia akan dibebaskan dengan bertahap (dihukum tapi tidak berat), namun dia harus membuat testimony, bahwa Bibit dan Chandra melakukan pemerasan.
Berbagai cara dilakukan, Anggoro yang memang dibidik KPK, dijanjikan akan diselesaikan masalahnya Kepolisian dan Jaksa, maka disusunlah berbagai skenario yang melibatkanAnggodo, karena Angodo juga selama ini sudah biasa menjadi Markus. Persoalan menjadi runyam, ketika media mulai mengeluarkan sedikit rekaman yang ada kalimat RI-1nya. Saat dimuat media, SBY konon sangat gusar, juga orang-orang dekatnya, apalagi Bibit dan Chandra sangat tahu kasus Bank Century. Kapolri dan Jaksa Agung konon ditegur habis Presiden SBY agar persoalan tidak meluas, maka ditahanlah Bibit dan Chandra ditahan. Tanpa diduga, rupanya penahaan Bibit dan Chandra mendapat reaksi yang luar biasa dari publik maka Presiden pun sempat keder dan menugaskan Denny Indrayana untuk menghubungi para pakar hukum untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).
Demikian, sebetulnya bahwa ujung persoalan adalah SBY, Jaksa Agung, Kapolri, Joko Suyanto, dan para kongloemrat hitam, serta innercycle SBY (pengumpul duit untk pemilu legislative dan presiden). RASANYA ENDING PERSOALAN INI AKAN PANJANG, KARENA SBY PASTI TIDAK AKAN BERANI BERSIKAP. Satu catatan, Anggoro dan Anggodo, termasuk penyumbang Pemilu yang paling besar.
Jadi mana mungkin Polisi atau Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun berani menangkap Anggodo!

Demontrasi di sogok RP 25000/org

Sejak Polri mencari-cari kesalahan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah sejak Juli 2009 lalu, dukungan mengalir dari sebagian besar rakyat yang selama ini kurang percaya institusi polisi (dan jaksa) yang dikenal korup (Sumber : TII 2008,TII 2009). Ketidakpercayaan publik kepada Polri dan Kejaksaan semakin tinggi pasca pemutaran rekaman perbicaraan Anggodo dengan sejumlah pejabat teras di lembaga penegak hukum ini. Namun ditengah dukungan yang besar kepada Bibit dan Chandra, mengalir pula dukungan kepada Polri (dan kejaksaan). Selain membuat account facebook tandingan Bibit dan Chandra, para “pendukung” Polri juga turun ke jalan sebagaimana para “pendukung” Bibit dan Chandra.
Bila para demonstrasi aksi damai pada pada 8 Nov 2009 turun ke jalan atas inisiatif pribadi (tanpa dibayar, kecuali sponsor untuk panggung), maka dalam berbagai aksi turun jalan para pendukung Polri (atau “Buaya” dalam analogi Komjen Susno Duadji) ternyata DIBAYAR! Dan parahnya lagi, para demonstran tidak tahu apa yang sedang mereka dukung, apapula yang sedang mereka kritisi!
Ratusan masyarakat melakukan aksi demontrasi di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (18/11). Mereka mengecam rekomendasi Tim Delapan dan menyatakan mendukung Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri untuk meneruskan proses hukum terhadap pimpinan (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.
Namun, entah karena sibuk atau tidak memperhatikan pemberitaan, kebanyakan para pendemo tidak mengetahui nama orang yang dibelanya. Padahal, setelah kasus dugaan kriminalisasi Bibit dan Chandra mencuat, wajah dan nama Kapolri kerap muncul di media cetak ataupun elektronik.
Enggak tahu siapa (nama Kapolri),” ujar Sulaeman (27) kepada Kompas.com yang bertanya nama Kapolri. Meski tidak mengetahui siapa nama Kapolri, Sulaeman menilai Kapolri layak didukung. Pasalnya, kata dia, Bibit dan Chandra terbukti bersalah dan selayaknya mendapat hukuman. Apa kesalahan Bibit dan Chandra? Enggak tahu,” jawab Sulaeman sambil tersipu.
Ubay (19), pengunjuk rasa lainnya, juga tidak mengetahui siapa nama Kapolri. Warga Cakung ini mengaku hanya mengetahui wajah Kapolri. “Wajahnya tahu, tapi namanya enggak,” akunya. Ia juga tidak mengetahui secara pasti kasus yang menimpa Bibit-Chandra. Hanya sesekali ia mengikuti pemberitaan mengenai kasus yang menyedot perhatian hampir semua masyarakat Indonesia ini. “Itu kasus KPK. Masalah Bibit-Chandra,” ujarnya sambil berlalu.
“Saya tahunya Tim 8 itu yang sering nongol di tivi. Kalau polisi-jaksa ya penegak hukum,” kata Surono (35), yang tergabung dalam massa pengecam Tim 8 dan pendukung Kejaksaan-Polri saat berdemo di Bundaran HI, Jakarta.
Hal serupa diungkapkan Jati (23). Warga Menteng Dalam itu mengaku diajak berdemo oleh temannya kemarin. Saat itu ia tengah mangkal di pangkalan ojek dan diminta bergabung untuk berdemo. “Ah, enggak dibayar kita. Cuma diganti ongkos ojek Rp 25.000. Kita gemas aja, di tivi pada rame kita jadi ingin juga,” ucap Jati sambil mengusung tinggi-tinggi poster bertuliskan “Tim 8 Hanya Badut”.
Tampaknya, hanya sebagian kecil massa yang tahu persis duduk persoalan. Hanya mereka berdiri di mobil pengeras suara dan berpidato kencang-kencang. Lalu menyebut sejumlah aktor yang terlibat polemik Bibit-Chandra dengan fasih. Juga ngomong soal sistem hukum dan keadilan dengan lantang.
Aksi ini diikuti oleh 700 hingga 1.000 orang. Banyak di antaranya ibu-ibu yang mengenakan pakaian daster. Mereka menumpang sekitar 25 Metro Mini.
Disusun : Kompas dan Detiknews
Demonstran Bayaran Memakan Korban (Poskota)
Sebagian besar demonstran bayaran pendukung polisi ini direkrut dari daerah Bogor. Para demonstran ini diangkut dengan rombongan bus. Namun, naasnya salah satu dari rombongan bus pendukung ‘bayaran’ polisi untuk melakukan aksi demo di Jakarta terguling di Jalan Raya Cibungbulan Kabupaten Bogor Rabu (18/11) pagi. Akibatnya seorang pelajar tewas akibat dihantam bus, beberapa orang lainnya luka ringan dan berat.
Korban meninggal, Ibnu 16, pelajar STM Pandu Bogor. Anak pasangan Endang 45, dan Elita 44, meninggal di lokasi dengan seragam sekolah penuh darah. Kondisi bus rusak berat di bagian depan karena menabrak bengkel motor di pinggir jalan. Peristiwa nahas ini terjadi , akibat sopir tidak mampu menguasai setir saat menghindari angkot yang melaju dari arah berlawanan.
Demo Bayaran, Menjadi Komoditas Ekonomi (Detiknews)
Penasaran dengan isu massa bayaran pada tiap demontrasi yang akhir-akhir ini kerap beraksi? Cobalah trik ini. Berpakaianlah dengan sederhana. Bercelana jins, kemeja lengan pendek, dan memakai topi. Pergunakan tas ransel kecil di punggung atau tas pinggang ukuran sedang.
Lalu, gunakan mobil yang tidak terlalu mewah buatan tahun 2005 atau 2000. Kalau tidak ada, kendarai sepeda motor yang sudah lama tidak dicuci. Kemudian, pergilah ke daerah miskin di Jakarta. Miskin ini dalam arti harfiah tentunya, seperti pemukiman padat dan penduduknya berpendapatan pas-pasan. Beberapa lokasi yang bisa dituju seperti kolong tol Rawa Bebek dan Kebon Bawang Jakarta Utara. Menteng Dalam atau Tanah Tinggi Senen, Jakarta Pusat. Tegal Alur atau Kampung Ambon, Jakarta Barat.
Saya baru matikan kendaraan, langsung disamperin pemuda setempat. Dia bilang ‘Cari massa, Bang? Saya ada di belakang tinggal dipanggil‘,” cerita Hardi Baktiantoro, pegiat LSM dari Centre for Orangutan Protection kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Hardi yang sedang menemani rekannya hanya senyum-senyum, menolak dengan halus. Lalu si pemuda itu kembali ke “sarangnya,” sebuah pos kamling yang telah disulap sedemikian rupa. Penasaran dengan cerita Hardi, detikcom berusaha menelusuri. Dengan trik serupa, detikcom lalu “blusukan” ke daerah Rawa Buaya, Jakarta Utara. Titik yang dituju merupakan daerah miskin kolong tol.
Mau berapa orang, Mas? Ngecer atau paket?” ucap salah seorang penggerak massa menyapa detikcom.
Diapun membeberkan apa itu ngecer atau paket. Ngecer biasa menunjuk pada jumlah per orang saja. Sementara paket sudah terima beres, dari biaya per-kepala, transportasi, mobil pengeras suara, hingga nasi bungkus. Namun untuk spanduk atau poster tidak mereka menyediakan.
Posternya situ yang buatlah. Kan situ yang tahu targetnya,” kelit Joni–begitu penggerak massa itu memperkenalkan diri.
Mengenai harga, semua bisa dimusyawarahkan. Saat ini, biaya per kepala Rp 20.000-25.000, tergantung kemampuan menawar. Nilai itu juga ditentukan skala isu, yakni lokal atau nasional. Sementara untuk biaya mobil pengeras suara dan transportasi lebih fluktuatif, tergantung ukuran dan besaran. Tidak hanya di Rawa Buaya tentu. Banyak tempat yang menawarkan massa bayaran dengan mudah. Saat detikcom menelusuri tempat-tempat di atas, hampir selalu dihampiri ‘Joni-Joni’ yang lain. Biasanya mereka langsung “to the point”, namun terkadang tidak jarang dengan basa-basi terlebih dahulu.
Orang-orang seperti itu yang mencoreng dunia pergerakan. Kasihan yang murni berjuang dinodai segelintir massa bayaran,” sesal Hardi Baktiantoro.
Sayangnya penyesalan itu seperti angin lalu. Massa bayaran telah menjadi komoditas di era demokrasi modern. Caranyapun makin cepat dan mudah didapat. Bila sudah kenal dengan ‘Joni-Joni’ penggerak massa, tinggal angkat telepon, semudah memesan makanan cepat saji. “Halo Boss..Bisa pesan massa 100 orang? Pake ibu-ibu dan anak kecil ya..Enggak usah pakai mobil sound, kita sudah ada. Terima kasih,” barangkali kira-kira begitulah sang pemesan mengontak Joni.
Dagelan “Demonstrasi” untuk Kebenaran!
Ciri khas negara demokrasi adanya kebebasan untuk bersuara dan berpendapat yang sering diterjemahkan oleh masyarakat saat ini dengan istilah demonstrasi atau unjukrasa. Untuk menyampaikan aspirasi, tentu ada tahap-tahapannya, mulai dari musyawarah, usulan, aksi turun ke jalan hingga gerakan mosi tidak percaya menyeluruh. Sebagai manusia yang beradab, sudah semestinya kita menggunakan cara yang elegan untuk bersuara dan berpendapat.
Namun, setelah gerakan Mahasiswa 1997-1998 yang berhasil menumbangkan rezim otoriter dan sarat KKN di era orde baru, gerakan mahasiswa selanjutnya diterjemahkan sejumlah kelompok sebagai alat efektif untuk melakukan protes. Dan tidak jarang aksi unjukrasa saat ini hanya menjadi alat untuk melegitimasi kepentingan politik tertentu. Para oknum tidak tanggung-tanggung menyewa para preman untuk melakukan teror dengan meminjam istilah demonstration for democracy. Bahkan, ada juga unit mahasiswa saat ini melakukan demonstrasi dimotori oleh kepentingan tertentu. Demonstrasi berubah fungsi, tidak sekedar sebagai alat kontrol demokrasi, namun lebih pada komoditas ekonomi belaka. Mereka (para demonstran) mendapat bayaran, sehingga tidak jarang demonstrasi dilakukan bak orang kerasukan setan. Sehingga nilai demonstrasi pada demokrasi menjadi democrazy, orang yang dipenuhi nafsu kegilaan (setan).

Gagalnya Kepemimpinan jawanesia

Baru-baru ini kita agak dikejutkan dengan pemberitaan media terhadap tindakan segelintir masyarakat Nusantara yang tidak bertanggung jawab. Tindakan segelintir itu walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi diberitakan seolah-olah mewakili keseluruhan rakyat Indonesia.
Penulis melihat gerakan memecah belah hubungan persaudaraan, kekeluargaan, suku kaum, agama dan jaringan intelektual khasnya Indonesia dan Malaysia memiliki agenda tersendiri. Kebanyakan tindakan itu dilakukan oleh suku kaum tertentu di Indonesia. Hasil dari pengamatan penulis dari beberapa orang mendapati bahawa gerakan mereka ini dibayar.
Gerakan ini sepertinya ingin menutupi kegagalan pemerintah yang dimonopoli oleh suku kaum tertentu dan mereka tidak ingin melihat melayu menjadi kuat di Nusantara mengalahkan satu suku kaum yang mempercayai mitos lama mereka tentang panglima Gajah Mada.
Walaupun mitos itu tidak dapat dibuktikan (seperti fakta sejarah Raja Haji Pahlawan Nusantara teragung) secara ilmiyah dengan tidak didapatinya pengaruh, baik bahasa, agama, adat budaya orang Jawa di Nusantara, namun mitos itu menjadi kepercayaan bagaikan agama oleh sebahagian mereka yang fanatik. Pengaruh Jawa hanya dapat dilihat pada masyarakat transmigran (Seperti Felda di Malaysia) di beberapa daerah Indonesia atas kebijakan Presiden Soeharto ketika itu.
Selama kepemimpinan mereka, Indonesia tidak pernah keluar dari masalah kemiskinan, pengangguran, kecelaruan, Korupsi, kolusi dan nepotisme lainnya. Konsep kepimpinan anak tuhan (dewa) yang anti kritik, munafik, merasa benar sendiri dan merasa sebagai sumber kebenaran. Boleh menzalimi rakyat jelata, simbol burung elang yang boleh saja mematuk binatang kecil seperti ular, tikus, burung yang ada didekatnya.
Konsep kepemimpinan, dimana kelompok elit dan pemimpin beserta kroninya berada di puncak langit ke tujuh dengan berbagai kesenangan dan kemewahan yang ada. Sementara rakyat jelata berada dibawah mengacau tanah dengan segala macam kesusahan dan penderitaan yang ada. Seperti kata Iwan Fals, “peduli apa dengan mereka, yang penting aku senang lenang”.Duduk diatas singgasana istana dengan hanya pandai menitah tanpa berbuat apa-apa. Tetapi tanpa disadari segala titah itu hanyalah untuk kepentingan mereka dan kroni, bukan untuk kemaslahatan rakyat.
Mengamalkan teori politik Machiavelli dengan berusaha bagaimana supaya rakyat bawah tetap miskin dan susah agar mereka selamanya memerlukan pemerintahan mereka. Inilah peninggalan budaya kerajaan kuno dengan berlakunya penghambaan terhadap rakyat kecil untuk keperluan raja. Identity kepimpinan seperti itu diantara sebab kegagalan kepemimpinan mereka selama ini.
Lagu panglima gajah mada nampaknya selalu didendangkan dan terlalu dibesar-besarkan kerana isu itu sangat menguntungkan pemimpin yang akan selalu mendapatkan sokongan dari rakyat. Rakyat pula tidak perduli walaupun pemimpin itu seorang yang gagal, bodoh dan zalim, Korupsi, kolusi dan nepotisma yang menjadi penyebab mereka menderita selama ini. Sehingga Negara yang kaya sumber daya alamnya, rakyatnya harus bekerja diluar Negara dengan berbagai resiko dan penghinaan lainnya. Yang penting mereka orang kita, tak perduli ratusan juta rakyat akan menderita kerana salah dalam memilih pemimpin yang tidak ideal. Memanfaatkan konsep demokrasi yang ada, dimana suara seorang ustaz disamakan dengan nilai suara seorang pelacur dan suara seorang profesor sama nilainya dengan suara seorang yang tidak sekolah. Akibatnya;
Keragu-raguan Soekarno telah menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta nyawa anak bangsa sia-sia. Gagal dalam perbaikan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan dan keamanan. Memerangi dan membunuh para pengkritik (PRRI, Dewan Banteng, Natsir, Hamka dll.), berlembut dengan penghancur Negara (PKI).
Ketegasan Soeharto terhadap musuh politiknya telah membuat dia membunuh dan menghilangkan para pengkritik dengan Tahanan politik dan narapidana politik, dengan tujuan ingin diri dan keluarga menguasai seluruh Negara ini, menjadi seperti Raja di zaman Majapahit. Tetapi dia lupa memerangi musuh Negara sebenarnya yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme
Keragu-raguan Gusdur telah menyebabkan kematian ratusan umat Islam di Poso. Tegas dalam melindungi kaum minoritas dengan menzalimi hak-hak golongan mayoritas. Tidak suka diritik, merasa benar sendiri dan merasa sebagai sumber kebenaran.
Keragu-raguan Megawati telah membuat BUMN dijual kepada asing dengan harga dan waktu yang tidak transparan. Seperti ingin mempertahankan kemiskinan dan kebodohan agar masyarakat vakum selama-lamanya.
Keragu-raguan dan kelambanan SBY membuat kasus buaya vs cicak yang mengungkap berbagai kebobrokan di tanah air menjadi bertele-tele. Century, BLBI, Kriminalisasi KPK Bahkan entah ingin mengalihkan isu, SBY hanya akan mengambil tindakan kepada para pengkritik (sama seperti sifat eyang) bukan malah melihat kritik sebagai sinergi untuk menghancurkan segala kejahatan dan penyalahgunaan di Negara ini.
Antara Kegagalan sby lainnya ialah;
1. Sby tidak memiliki visi yg jelas tentang pembangunan ekonomi. Ekonomi masih terkooptasi gaya Orba yang sudah terbukti gagal yaitu dengan menerapkan rejim neoliberalisme.
2. Sby tidak mampu memenuhi janji nya untuk mensejahterakan masy (harga sembako mahal, minyak tanah menghilang, antri dimana-mana)
3. Sby tidak memenuhi janji tidak menaikan harga BBM (saat kampanye 2004)
4. Sby tidak memenuhi janjinya untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 18 juta (dari awalnya 36 juta), malah angka kemiskinan meningkat menjadi 41 juta jiwa* pasca kenaikan harga bbm 23 mei 2008 lalu
5. Sby tidak mampu mewujudkan janjinya dalam kampanye 2004 untuk membangun 1 juta rumah untuk kalangan miskin
6. Sby telah menyerahkan kekayaan negara berupa kandungan Blok Cepu sebanyak 10,9 milyar barel* kepada perusahaan asing (Exxon Mobile)
7. Pemberantasan korupsi dibawah pemerintah SBY sangat lamban. Tidak ada satupun kasus besar (BLBI) yg dapat diselesaikan oleh Kejakgung dan Polri era Sby. Pemberantasan korupsi sepenuhnya dilakukan oleh KPK yang merupakan badan independen (bukan subordinat Sby)
8. Pemerintah Sby melakukan state capture corruption, yaitu membiarkan legislasi pemerintahannya digerogoti oleh elit konglomerat yang menguasai berbagai proyek-proyek nasional
9. Pemerintah Sby melakukan state capture corruption dengan menjadikan politik APBN untk mempertahankan kekuasaan dengan menciptakan program-program yang berpotensi menyebabkan moral hazard di masyarakat sperti PNPM, P2KP, dll. Program-program tsb sangat lemah dalam tahap pengawasan sehingga rawan penyimpangan.
10. Pemerintah Sby menyuburkan KKN dengan menjadikan (beberapa) kerabat dan Tim Kampanye 2004 menjadi pejabat penting di BUMN dan TNI
11. Sebagai Presiden, Sby tidak bisa menjadi panutan bagi rakyatnya dalam bertindak prudent atau hati-hati dengan adanya kasus Sby ketipu sebanyak 3 kali yaitu Blue energy, padi supertoy dan pupuk nutrisi.
12. Sby tidak berani mereformasi binsis TNI
13. Angaran naik 2 kali lipat, tapi kemiskinan tidak berkurang, bahkan cenderung bertambah. Artinya, kebijakan yang ditelurkan tidak tepat sasaran dan tidak kredibel
14. Sby tidak mampu menjaga stabilitas ekonomi makro seperti inflasi yg sangat tinggi, ihsg dan kurs yng tidak stabil.
15. Sby tidak mampu meningkatkan alutsista negara secara signifikan padahal APBN naik 2 kali lipat dibanding 2004.
16. Politik luar negeri sangat kental dengan kepentingan Pihak AS sebagai contoh Sby tidak mampu bersikap tegas atas dikeluarkannya resolusi PBB tentang Nuklir Iran. Sby tidak memperhitungkan sebagai negara Islam terbesar di dunia lbh memilih untuk membela kepentingan sekutu AS ketimbang Iran. Sby juga menyerahkan Blok cepu kepada AS 1 hari sebelum kunjungan Menlu AS ke Indonesia.
17. Sby mengembangkan penegakan hukum secara adat, yaitu dengan membiarkan menteri2 nya yang terlibat kasus korupsi tidak diproses secara hukum yaitu Sudi, Hamid, Dino, Maftuh, Fahmi, Paskah, Kaban, Numbery, dll.
18. Dalam banyak kesempatan Sby melakukan pembohongan publik yaitu tentang angka kemiskinan dalam pidato kenegaraan thn 2006 dan tahun 2008
19. Sby diduga melakukan pembohongan publik dgn merekayasa statistik kemiskinan dan pengangguran. Hal ini dimungkinkan karena sejak thn 2005 BPS dialihkan menjadi dibawah wewenang Bappenas, bukan lagi di bawah Presiden dll.
D
alam sebuah seminar yang diadakan di Jawa mengemukakan antara kelemahan kepemimpinan Jawa yaitu; Pandai berkamuflase, munafik, plin plan, genggam bara, sungkan terhadap penjahat Negara yang KKN. Sifat itu adalah bagian dari kelemahan kepemimpinan Jawa di RI selama ini..
Kegagalan kepimpinan Jawa ini akan telihat dikala kita membandingkannya dengan kepempinan orang Bugis, Minang, Rao, Riau lainnya di Tanah melayu seperti di Brunei, Malaysia dan sebagainya yang agak lebih baik.