Jumat, 02 Maret 2012

Gagalnya sistem demokrasi indonesia

Kenapa sistem demokrasi di Indonesia gagal melahirkan putra terbaik bangsa seperti yang diisyaratkan oleh sains politik Islam atau gagal melahirkan seorang aristokrat filosof menurut beberapa theori filosof Yunani kuno?
Demokrasi kita selama ini hanya mampu melahirkan pemimpin nasional yang tidak didasari oleh faktor kualitas individu pemimpin itu sendiri.
Demokrasi kita hanya berhasil malahirkan pemimpin karena dia memiliki pendukung fanatik. Melahirkan pemimpin karena faktor dia anak seorang mantan Presiden.
Demokrasi kita hanya mampu memunculkan pemimpin yang dipilih karena faktor wajahnya imut-imut, sedikit ganteng, manja, lembut. Memilih karena dia orang kaya dan banyak harta.
Rakyat kita –rata-rata- memilih seseorang pemimpin atas alasan emosional, bukan atas landasan rasional yang waras dan masuk akal.
Demokrasi kita hanya mampu melahirkan pemimpin karena faktor emosi –fanatik, anak si anu.., ganteng, kaya dll-.
Lihat saja jumlah suara untuk profesor bidang politik jauh berada dibawah suara seorang ibu rumah tangga dan pensiunan tentara dalam pemilu.
Suara seorang individu yang memiliki IQ tinggi, sukses dalam karir, bisnes, keluarga dan agama kalah “ganteng” dengan seorang pensiunan tentara yang tentu saja untuk masuk tentara tidak begitu mengutamakan otak dibanding otot.
Demokrasi kita tidak berhasil melahirkan pemimpin yang berkualitas seperti di negara-negara maju yang memang sang pemimpin punya kepribadian yang unggul dan terbilang.
Jawaban yang mampu saya temukan adalah karena kualitas intelektual rakyat kita jauh berada dibawah nilai rata-rata taraf pendidikan rakyat dinegara maju.
Diantara kelemahan demokrasi ialah disamakannya nilai suara seorang pelacur dengan nilai suara seorang ulama. Samanya nilai suara seorang Profesor dengan nilai suara seorang yang tidak berpendidikan dalam pemilu. –sama-sama satu suara-.
Ini tentu saja berbeda dengan sistem Syura, dimana hanya melibat ahl hilli wal aqdi, yaitu hanya melibatkan orang yang ahli dibidangnya saja.
Demokrasi kita selama ini hanya mampu melahirkan Yudikatif yang berkualitas karena alasan profesional karir. Sayangnya demokrasi kita belum mampu melahirkan legislatif dan eksekutif yang berkualitas.
Mungkinkah sistem Demokrasi kurang sesuai dibumi Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar