Seorang
mahasiswa yang melanggar perintah dosennya disebuah perguruan tinggi
kelas pascasarjana di pulau Jawa, disuruh keluar kelas dengan berjalan
mundur ke pintu. Padahal mahasiswa itu sudah berumur 50an dan dosen itu
masih 30an.
Barang
kali disuruh keluar itu bukan masalah bagi orang Sumatera karena dia
masih bisa kemana-mana setelah itu. Yang paling berat baginya adalah
disuruh keluar dengan berjalan mundur... karena mahasiswa dianggap tidak hormat kalau membelakangi dosennya yang darah biru itu.
Berjalan
mundur jelas melanggar prinsip orang Sumatera yang tidak mengenal kasta
dan perbedaan kelas darah selama ini. Ini juga dibuktikan dengan
sejarah tidak adanya raja yang bisa bertahan lama di Sumatera karena
falsafah orang Sumatera yang beraja sendiri dan ada juga diantara raja
dan keluarga raja di Sumatera yang dibunuh oleh rakyatnya karena zalim
dan tidak adil.
Saat
ini ribuan mahasiswa dan dosen dari Sumatera melanjutkan kuliah S2 dan
S3nya di Malaysia. Kebanyakan mereka kuliah di USM Pulau Pinang, UKM,
UM, UPM. Mereka tidak perlu lagi menggadaikan maruah dan harga diri
mereka sebagai orang Sumatera. Karena kebanyakan dosen orang Malaysia
berdarah Sumatera. Ada yang berdarah Aceh, Medan, Riau, Jambi, Rao,
Minang, Palembang, Jambi, dan berdarah lain juga tentunya. Jadi mereka
tidak heran dengan prinsip, tingkah laku dan perangai orang Sumatera
pastinya.
Di
Malaysia mahasiswa tidak perlu lagi menundukkan badannya dihadapan
dosen yang lewat. Kita bisa berbicara dengan dosen di kantin dan
berjumpa dimana saja layaknya sebagai seorang partner (sahabat). Tidak
perlu mencium tangan dosen, tidak harus merendahkan suara bila bicara
dan berbagai kriteria lainnya. Yang pasti tidak akan melanggar prinsip
dan harga diri orang Sumatera kalau kuliah di Malaysia.
Pergaulan
sosial di Malaysia secara umum agak lebih baik dari di RI. Ada jarak
pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Mayoritas wanitanya pakai
jilbab. Laki-lakinya tidak ada yang berambut PUNK, celana koyak atau
bergaya metal lainnya. Semua profesional apa adanya.
Hanya
saja kehadiran orang RI ke Malaysia sebagiannya dianggap merusak sistem
dan tatanan kehidupan orang Malaysia yang telah mereka bentuk selama
ini. Rata-rata perempuan RI tidak pakai jilbab, memakai pakaian ketat
dan sexi. Laki-lakinya berambut panjang, rambut caplak, baju koyak.
Pergaulan antara laki-laki dengan perempuannya sangat dekat dan tidak
ada jarak.
Kebanggaan
bahkan kesombongan orang daerah yang kuliah di Jawa apalagi di UI, UGM,
IPB dengan membangga-banggakan almamaternya rasanya saat ini hanya
semacam nostalgia yang tinggal kenangan saja. Ini karena Perguruan
tinggi Negeri di Malaysia cukup berkualitas. Universiti Malaya tempat
saya belajar ini umpamanya saat ini menduduki rangking 180
besar dunia. Sementara perguruan tinggi di Indonesia yang selama ini
dibangga-banggakan seperti UI, UGM, IPB dan sebagainya hanya menduduki
400 besar rangking dunia, atau hanya setaraf dengan universitas di
Vietnam, Iraq atau negara-negara yang baru dilanda perang lainnya.
Kalau
dulu orang daerah berebut-rebut kuliah di Jawa dan bahkan ada orang tua
yang sanggup membayar ratusan juta sebagai uang pelicin agar anaknya
bisa diterima di perguruan tinggi negeri atau swasta yang bergengsi
lainnya, saat ini nampaknya kiblat pendidikan orang Sumatera telah
beralih ke Malaysia. Pintar
Malaysia membaca peluang ini dan bodoh Pemerintah kita yang masih
berotak sentralisasi, dimana pendidikan berkualitas hanya harus ada di
pulau Jawa saja...
Biaya
kuliah di perguruan tinggi negeri Malaysia lebih murah dari perguruan
tinggi di Indonesia yang hampir saja mengarah kepada bisnes pendidikan.
Saat ini ratusan dosen senior dari berbagai perguruan tinggi Indonesia
didatangkan ke Malaysia sebagai dosen tamu dan atau untuk memeriksa
tesis dan disertasi mahasiswa. Kata mereka, 90% biaya pendidikan
Malaysia di biayai oleh pemerintah dan kurang 10% dari uang kuliah
mahasiswa. Mungkin di Indonesia yang berlaku sebaliknya...
Fasilitas
internet gratis 24 jam, Gym olah raga, lapangan badminton, tenis, bola,
futsal, renang dan berbagai kemudahan lainnya tersedia dengan gratis
bagi mahasiswa dan keluarganya disini. Perpustakaan buka dari jam 8 pagi
hingga 10 malam, bisa meminjam buku sampai 3 bulan lamanya.
Transportasi dan kemudahan infrastruktur lainnya murah, mudah, aman dan
terkesan bersih serta birokrasi yang terkesan lebih baik dan mudah dari
di RI, yang sebagiannya masih diisi oleh mental-mental orde baru, dimana
pejabat harus dilayani bukan melayani rakyat.
Mahasiswa
S2 dan S3 di Malaysia tidak dijadikan sapi perahan sepenuhnya seperti
di RI. Ini karena jasa mereka dihargai dengan berbagai bantuan keuangan,
beasiswa dan bahkan gaji bagi RA dan penyelidik.
Dizaman
orde baru dulu daerah dikebiri dan tidak boleh dimajukan melebihi
Jakarta. Pesawat yang mau ke daerah harus transit melalui Jakarta dulu
baru ke daerah dengan menggunakan pesawat milik negara. Saat ini Airasia
melancarkan hubungan antara daerah dengan Malaysia. Bahkan di beberapa
daerah, pesawat airasia berangkat beberapa kali dalam sehari antara
Malaysia daerah dan sebaliknya.
Biaya
transportasi darat, udara dan laut dari Daerah ke Kuala Lumpur jauh
lebih murah, cepat, pasti, dan nyaman daripada dari Daerah ke Jakarta
apalagi ke Jogja yang harus transit ke Jakarta dulu.
Kalau
dulu pejabat daerah harus dari pusat atau alumni pulau jawa diutamakan
dalam lapangan pekerjaan karena kualitas pendidikannya, maka 5 atau 10
tahun akan datang kita akan melihat sebuah kompetisi yang adil, dimana
masa akan membuktikan siapakah yang lebih baik dan berkualitas.
Hanya saja saya harapkan putra daerah alumni luar negara jangan lagi melirik Jakarta (Jawa) sebagai
tempat berbakti karena daerah lebih sangat memerlukan anda daripada
Jakarta. Jangan berlaku falsafah kelapa condong dimana uratnya berakar
di daerah tetapi buahnya jatuh ke Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar